TEEET, teeet, teeet! Suara terompet terdengar setiap kali malam
pergantian tahun tiba. Tak hanya tua dan muda, tapi anak-anak juga ikut
meniup terompet sebagai pertanda tahun telah berganti.
Kebiasaan
meniup terompet saat malam pergantian tahun rupanya dimanfaatkan warga
Blok Tegalan, Desa/Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon,
sebagai peluang bisnis. Jauh sebelum tahun baru tiba, kegiatan membuat
terompet dari bahan-bahan sederhana seperti karet bekas sandal, karton,
kertas emas, mika, dan lem sudah dimulai.
Tak heran, sepekan
menjelang pergantian tahun, semua rumah warga di "kampung terompet" ini
sudah dipenuhi terompet. Sebagian besar sudah dipak, siap dikirim ke
sejumlah kota dan provinsi di Indonesia. Sebagian kecil yang belum dipak
karena baru selesai dibuat adalah terompet- terompet untuk pasar dalam
kota. Terompet-terompet untuk "pasar lokal" memang selalu dibuat di
akhir.
"Sebenarnya membuat terompet itu sudah dimulai bulan Juni
dan Juli. Kami bikin desainnya dulu, lalu dirakit. Sengaja bikin
jauh-jauh hari karena pelanggan kami banyak dari luar pulau," ujar
Masiri (40) di rumahnya, Selasa (23/12/2014).
Masiri mengaku
membuat terompet sudah rutin setiap tahun. Kebiasaan itu, kata dia,
turun- temurun dari orang tua dan kakek-neneknya. Namun Masiri tidak
tahu persis kapan produksi terompet di Blok Tegalan dimulai.
"Tapi
semua warga di sini memang bikin terompet. Ada yang modal sendiri, ada
juga yang hanya bekerja di saudara atau tetangga," kata Masiri.
Masiri
mengaku rata-rata per tahun dia membuat 300 kodi terompet berbagai
ukuran. Untuk mengerjakan 300 kodi terompet, Masiri dibantu suami dan
anak-anaknya.
Kebetulan, saat ini sedang libur sekolah sehingga sang anak fokus bikin terompet.
Selain anggota keluarga, Masiri juga mempekerjakan lima orang tetangga. Mereka mengerjakan pembuatan terompet di rumah masing-masing.
Kebetulan, saat ini sedang libur sekolah sehingga sang anak fokus bikin terompet.
Selain anggota keluarga, Masiri juga mempekerjakan lima orang tetangga. Mereka mengerjakan pembuatan terompet di rumah masing-masing.
Untuk 300
kodi terompet, kata Masiri, dia merogoh modal sekitar Rp 10 juta. Modal
itu didapat dari pinjaman saudaranya. Terompet buatan Masiri dijual ke
Lampung, Kalimantan, hingga Papua. Satu kodi terompet dibanderol Rp
85.000-Rp 100.000. Artinya, Masiri akan mendapat penghasilan kotor Rp
25,5 juta hingga Rp 30 juta.
"Ada juga yang dijual ke warga Cirebon, tapi tak sebanyak yang dijual ke luar pulau," ujar Masiri.
Terompet
buatan Masiri dan warga Tegalan lainnya rata-rata berbentuk ayam jago,
naga, dan saksofon. Namun, ada juga terompet biasa dengan gambar tokoh
kartun yang digemari anak- anak.
Dian (46) mengaku baru
memproduksi terompet hanya pada bulan September. Di luar bulan itu, dia
dan anggota keluarganya membuat mainan yang juga terbuat dari bahan yang
sama untuk terompet.
"Ada tiga sampai empat orang yang membantu bikin. Rata-rata per hari 10 kodi," kata Dian di rumahnya, kemarin.
Sama
seperti Masiri, Dian mengaku semua terompet buatannya dikirim ke
pelanggan di luar kota. Mereka merupakan pelanggan setia yang setiap
tahun menerima terompet bikinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar